Guillain-Barre Syndrome

I. DEFINISI 



Kriteria diagnosis dari Guillain Barre Syndrome (GBS) termasuk kelemahan simetris dan progresif diikuti dengan berkurangnya atau tidak adanya refleks otot. Untuk diagnosis, gejala harus mencapai maksimal 4 minggu dari onset dan penyebab lain dapat disingkirkan. 


II. EPIDEMIOLOGI
Insiden terjadinya GBS di Amerika Serikat adalah 1.65-17.9 per 100.000 orang. Insiden meningkat secara bertahap dari 0.62 per 100.000 orang pada usia yang lebih muda dari 9 tahun menjadi 2.66 per 100.000 orang pada usia 80-89 tahun. Perbandingan pria : wanita adalah 3:2.
Beberapa infeksi terlibat dalam perkembangan terjadinya GBS. Sekitar 2/3 pasien GBS dilaporkan memiliki penyakit dengan gejala respiratori dan gastrointestinal. Bukti yang kuat menyatakan terlibatnya infeksi Campylobacter jejuni, tetapi GBS juga dilaporkan terkait dengan adanya infeksi Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus influenzae, sitomegalovirus, dan Epstein-Barr virus. 

III. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya GBS dipercayai merupakan neuropati inflammatori  karena adanya reaksi silang antara antigen neural dan antibodi yang dirangsang oleh adanya infeksi spesifik. Organisme infeksi, seperti C. jejuni, mengekspresikan lipooligosakarida pada dinding bakteri  yang serupa dengan gangliosida. Kondisi mimikri molekular ini mengakibatkan terjadinya antigangliosida antibodi yang menyerang syaraf. Antibodi spesifik yang distimulasi dan area target pada syaraf ini yang kemudian dapat menjelaskan adanya subtipe yang berbeda dari GBS. Kurang dari satu dari 1.000 pasien dengan infeksi C. jejuni mengalami GBS. Bagaimana pun juga, penelitian masih belum bisa mengidentifikasi faktor yang dapat meningkatkan resiko seseorang terkena GBS. 



GBS dapat menyebabkan gejala melalui area multifokal dari infiltrasi sel mononuklear pada saraf perifer. Lokasi dan keparahan dari inflammasi bertanggung jawab terhadap manifestasi klinis. pada AIDP (Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy), mielin yang terutama mengalami kerusakan, sedangkan ada AMAN (Acute Motor Axonal Neuropathy), nodus Ranvier adalah yang terutama menjadi targetnya. AIDP merupakan subtipe yang terutama terjadi di Amerika.



IV. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang sering terjadi sebelum onset GBS adalah demam, batuk, nyeri tenggorokan, dan gejala respirasi atas yang lain. Infeksi Epstein-Barr virus terkait dengan GBS yang lebih ringan. 
Gejala awal termasuk kelemahan, mati rasa, kesemutan, dan nyeri pada tungkai bawah. Penjalaran, progresi, dan keparahan dari gejala sangat bervariasi pada tiap pasien. Gejala paling menonjol pada pasien dengan AIDP adalah kelemahan bersifat bilateral, simteris pada tungkai, dan berkembang dengan cepat. Pada 90% pasien dengan AIDP, gejala dimulai pada kaki dan menjalar ke arah proksimal. Kelemahan yang menjalar ke atas ini dapat mempengaruhi otot pernafasan dan 25% pasien yang dirawat dengan GBS memerlukan bantuan ventilator. Gagal nafas dilaporkan lebih sering terjadi pada pasien dengan perkembangan gejala yang cepat, kelemahan ekstrimitas atas, disfungsi otonom, dan bulbar palsy. Kelemahan biasanya mencapai puncak pada minggu ke-2 diikuti dengan durasi plateau yang bervariasi sebelum resolusi dan stabilisasi dengan disabilitas residual. 
Otot fasial, orofaringeal, dan okulomotor dapat terkena karena neuropati kranial, terutama pada subtipe yang lain yang tidak umum terjadi. Parestesia pada kaki dan tangan sering terjadi, tetapi gejala sensorias biasanya ringan, kecuali pada pasien dengan subtipe acute motor-sensory axonal neuropathy. Gejala otonom yang terjadi pada sekitar 2/3 pasien dan termsuk aritmia, orthostasis, tekanan darah yang tidak stabil, retensi urin, dan berkurangnya motilitas gastrointestinal. 
Nyeri, terutama dengan adanya gerakan, dilaporkan pada 50-89% pasien dengan GBS. Nyeri dideskripsikan sebagai nyeri yang sangat, dalam, tumpul, dan terasa seperti kram pada otot yang terkena atau punggung, dan biasanya memberat pada malam hari. Karena nyeri ini bersifat nosiseptif dan/atau neuropati, mungkin akan sulit untuk dikontrol. Nyeri sebagai gejala awal yang menonjol, mungkin dapat menyebabkan terjadinya keterlambatan diagnosis GBS.


V. DIAGNOSIS
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :

  • Kelemahan ascenden dan simetris.
  • Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari anggota gerak atas.
  • Kelemahan otot proksimal lebih dulu terjadi dari otot distal      kelemahan otot trunkal, bulbar dan otot pernafasan juga terjadi. 
  • Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan gangguan nafas.
  • Puncak defisit dicapai 4 minggu
  • Recovery biasanya dimulai 2 – 4 minggu
  • Gangguan sensorik biasanya ringan
  • Gangguan sensorik bisa parasthesi, baal atau sensasi sejenis
  • Gangguan N. cranialis bisa terjadi : facial drop, diplopia, disartria, disfagi
  • Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai
  • Gangguan otonom dari takikardi, bradikardi, flushing paroxysmal, hipertensi ortostatik dan anhidrosis
  • Retensio urin dan ileus paralitik
  • Gangguan pernafasan :
    • dyspnoe
    • nafas pendek
    • sulit menelan
    • bicara serak
    • gagal nafas
Pemeriksaan Fisik :

  • Kelemahan N. cranialis VII, VI, III,V, IX, X
  • Kelemahan ekstremitas bawah, asenden, asimetris upper extremitas, facial
  • Reflex : absen atau hiporefleksi
  • Reflex patologi -
Penunjang :

  • Laboratorium :
    • LCS :     
      • Disosiasi sitoalbumin
      • Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa peningkatan dari sel < 10 lymposit/mm3
      • Hitung jenis dan panel metabolik tidak begitu bernilai
      • Peningkatan titer dari agent seperti CMV, EBV/micoplasma membantu penegakan etiologi. Untuk manfaat epidemiologi
      • Antibodi glycolipid
      • Antibodi GMI
  • Ro : CT/MRI untuk mengeksklusi diagnosa lain seperti myelopati
  • EMG

VI. MANAJEMEN

  • Tidak ada drug of choice
  • Waspadai memburuknya perjalanan klinis dan gangguan pernafasan
  • Bila ada gangguan pernafasan rawat ICU
  • Roboransia saraf parenteral
  • Perlu NGT bila kesulitan mengunyah/menelan
  • Kortikosteroid masih kontroversial, bila terjadi paralisis otot berat maka perlu kortikosteroid dosis tinggi
  • Plasmafaresis beberapa pasien memberi manfaat yang besar terutama kasus akut
  • Plasma 200 – 250 ml/kg BB dalam 4 – 6 x pemberian sehingga waktu sehari diganti cairan kombinasi garam + 5 % albumin
  • Imuno globulin intravena (expert konsesus) : IVIG direkomendasikan untuk terapi GBS 0,4 g/kgBB/tiap hari untuk 5 hari berturut–turut ternyata sama efektifnya dengan penggantian plasma.
  • Expert konsesus merekomendasikan IVIG sebagai pengobatan GBS

VII. DIAGNOSIS BANDING


VIII. PROGNOSIS
Meskipun sudah mendapat terapi, 3% pasien dengan GBS meningggal. Jangka waktu rawat inap di rumah sakit adalah sekitar 7 hari, dan lebih dari 25% pasien memerlukan intubasi dan ventilasi mekanis. Prognosis dapat menjadi lebih buruk pada pasien usia tua, pasien dengan gejala lebih berat, dan pasien dengan onset gejala yang cepat. Gangguan neurologi dapat menetap pada 20% pasien, 1/2 di antaranya mengalami disabilitis yang berat. Faktor prediktif yang mengindikasikan adanya disabilitas jangka panjang tertera pada Tabel 4. 









Sumber : aafp.org dan PERDOSSI, SPM.

No comments:

Post a Comment